Sebaiknya Persalinan Dilakukan di Rumah Sakit
Polemik Peraturan Menteri Kesehatan (Permenkes) Nomor 9/2014, yang mengharuskan setiap klinik bersalin berbaur dengan rumah sakit untuk bisa melakukan tindakan terhadap pasien, juga ditanggapi oleh Komisi III Dewan Perwakilan Rakyat Daerah (DPRD) Berau, Mulyadi S,SE.
Mulyadi mengatakan jika Permenkes tersebut sudah sesuai pada tempatnya. Pasalnya, untuk permasalahan melahirkan ini merupakan proses yang riskan, dan memerlukan penanganan tepat.
“Tetapi bukan berarti di klinik bersalin itu pelayanannya kurang ya. Tetapi, alangkah baiknya memang kalau bisa proses melahirkan apalagi operasi cesar misalnya, kalau bisa didukung dengan peralatan kesehatan yang memadai, yang memang ada di rumah sakit. Sehingga, risiko yang diambil pun bisa diminimalisir,” terangnya.
Menurutnya, mau dimanapun proses melahirkan dilakukan, semuanya dikembalikan kepada sang ibu. Demikian juga untuk pemilihan tempatnya, apakah itu di klinik ataukah di rumah sakit. Tetapi, lanjut dia, memang mayoritas ibu melahirkan secara normal memilih untuk melakukan proses persalinan di klinik.
“Sedangkan untuk biaya, ya kita tidak bisa membandingkan ya. Kalau itu swasta, tentu saja biayanya akan sedikit lebih banyak ketimbang melahirkan di rumah sakit, karena kan mereka juga membutuhkan peralatan, obat-obatan, dan tenaga medis yang mesti dibayar juga. Sedangkan kalau di rumah sakit kan diringankan dengan adanya Badan Penyelenggara Jaminan Sosial (BPJS) bisa sedikit meringankan untuk pembiayaannya. Tetapi untuk pelayanan saya yakin sama. Karena tidak ada dokter maupun perawat yang akan membiarkan pasiennya begitu saja tanpa mendapatkan penanganan yang tepat,” tegasnya.
Sedangkan untuk sarana dan prasarana yang masih kurang di RSUD Abdul Rivai, memang tak bisa dipungkiri. Dan ini juga menjadi salah satu alasan mengapa ada pilihan untuk lebih melahirkan di klinik bersalin. Hal ini juga sudah ditanggapi oleh Wakil Bupati Berau, Agus Tantomo ketika ditemui beberapa waktu lalu di kediamannya, di Jalan Ramania I Tanjung Redeb.
Dikatakannya, untuk pembauran itu tidak lantas menghilangkan fungsi klinik bersalin yang ada, sebab yang berubah nantinya adalah manajemen organisasi klinik yang menjadi bagian dari unit RSUD Abdul Rivai. Jadi, pihak klinik tetap dapat melakukan tindakan kepada pasien di klinik bersalin yang ada namun dengan status yang telah berubah, yakni unit bagian dari RSUD Abdul Rivai.
“Kalau statusnya masih klinik bersalin, maka tidak boleh ada tindakan di sana. Jadi pilihannya hanya ada dua, menjadi unit bagian dari rumah sakit atau tetap berdiri sendiri namun tidak bisa melakukan tindakan apapun terhadap pasien. Itu sudah menjadi aturan yang berlaku,” jelasnya.
Lantas, bagaimana dengan pasien atau ibu hamil yang berada di perkampungan, yang memang lokasinya cukup jauh untuk bisa menjangkau RSUD? Untuk kondisi ini, memang tidak bisa dipaksakan. Tetapi, ketentuan adanya pengecualian lantaran masalah geografis maupun transportasi yang tidak memungkinan, sudah dijelaskan dalam Permenkes Nomor 97/2014 Pasal 14 ayat (1) yang berbunyi persalinan harus dilakukan di fasilitas pelayanan kesehatan (Fasyankes) tidak berarti adanya larangan bidan untuk melakukan persalinan di luar Fasyankes.
Bidan justru dapat melakukan persalinan di luar Fasyankes jika Fasyankes tersebut sulit dijangkau oleh warga. Hal itu jelas dikatakan dalam PP Nomor 61 Tahun 2014 pasal 16 angka 4, yakni ketentuan persalinan harus dilakukan di Fasyankes tidak melarang tenaga kesehatan yang memiliki kompetensi dan kewenangan dalam melakukan persalinan, untuk menolong persalinan di luar Fasyankes.
0 Komentar