
Berau Belum Siap Bersaing
Tanjung Redeb –
Hadirnya Alfamidi yang mendapat penolakan dari beberapa warga pada Minggu pagi (21/7), mendapat tanggapan dari DPRD Berau. Beberapa anggota Komisi II DPRD Berau mengatakan jika apa yang dilakukan oleh para pendemo merupakan bentuk kecewa mereka akan hadirnya waralaba berskala nasional tersebut. Pasalnya, dengan adanya Alfa midi tersebut dinilai akan dapat merugikan usaha pertokoan maupun pedagang kecil yang ada di Berau khususnya di sekitarnya.
“Akan mematikan usaha pedagang kecil khususnya toko-toko kecil yang berada di sekitarnya. Karena seperti yang kita tahu, waralaba tersebut menjual semua kebutuhan secara komplit mulai dari kebutuhan pokok hingga penyediaan tempat bagi pembeli untuk menghabiskan waktu setelah berbelanja atau sekadar menikmati minuman. Ini tentunya akan menjadi area baru apalagi remaja untuk kongkow,” terang Eli Esar Kombong ditemui di ruang Komisi II DPRD Berau pada Senin (22/7).
Senada, Feri Kombong yang juga menanggapi hal tersebut menyebut jika adanya Alfa midi dinilai sebagai bentuk monopoli usaha. Bagaimana tidak? Barang yang dijual di sana adalah barang yang diambil langsung dari pabrik pembuatannya, sehingganya untuk pendistribusian pun dilakukan oleh pihak Alfa sendiri.
“Kalau dari segi pertumbuhan ekonomi, hadirnya Alfa midi di Berau itu tidak ada dampaknya, karena itu konsumtif. Padahal kalau boleh jujur harga rokok saja yang dijual di situ lebih mahal ketimbang toko atau warung-warung kecil tapi karena fasilitasnya lebih memadai, maka lebih laku,” katanya.
Sedangkan Edy Santosa melihat hal ini sebagai efek dari perkembangan era globalisasi. Tetapi, ditegaskannya, hal itu bukan lantas menyerahkan kebebasan pasar kepada kapitalis seperti pemilik Alfa midi dan waralaba sejenisnya. Apalagi Berau juga belum siap untuk hal itu.
“Masyarakat kita pada prinsipnya belum siap bersaing, kenapa demikian? Karena memang hari ini saja pembahasan kita tentang pertumbuhan ekonomi Berau juga masih jauh dibawah. Itu juga akan menjadi kaitan. Jadi bukan hanya dilihat satu sisi saja. Karena itu, dengan daerah lain pun kita masih belum bisa dibuat perbandingan,” tegasnya.
Dan kalaupun memang tenaga kerja yang menjadi tolak ukur bahwa dengan adanya Alfa midi tersebut maka tenaga kerja lokal akan mendapatkan lapangan pekerjaan baru, sejauh mana sih itu bisa diambil? Artinya dampak daripada pemasukan tenaga kerja dengan dampak kolapsnya pedagang sekitar, bisa diuji publik. Jadi, sebelum memberikan ijin terkait usaha seperti ini juga harus melihat dari berbagai sisi.
“Kalau pemerintah memberi ijin berdiri Alfa midi, berapa persen income masuk dengan tenaga kerja dengan berapa persen kolapsnya masyarakat sekitar yang tidak mampu bersaing? Itu bisa kita nilai. Lagipula untuk tenaga kerja berapa banyak sih yang dibutuhkan, paling hanya 2-3 orang pegawai. Sedangkan jumlah pedagang kecil yang ada di sekitarnya ada berapa? Banyak kan,” pungkasnya. (Bangun Banua)
0 Komentar